Grab Adalah Industri
Voucher Adalah: Pengertiannya dalam Akuntansi dan Industri
Istilah tentang voucher adalah istilah yang pasti sudah sangat akrab di telinga Anda saat sedang berbelanja ataupun sedang berwisata. Kenapa? karena umumnya voucher digunakan sebagai potongan harga ataupun kupon untuk suatu paket layanan tertentu dalam melakukan perbelanjaan.
Tapi bila kita membicarakan voucher dalam dunia akuntansi, tentunya maknanya akan sangat jauh berbeda. Di dalam dunia akuntansi, voucher adalah suatu istilah yang memiliki keterkaitan erat dengan berbagai bukti transaksi keuangan.
Lantas, apakah masih ada perbedaan yang lainnya? Ada, dan kami akan menjelaskannya secara lebih mendalam khusus untuk Anda pada artikel tentang voucher di bawah ini.
Cara Mendapatkannya
Selanjutnya, perbedaan voucher dalam dunia akuntansi dan industri bisa dilihat dari cara mendapatkannya. Sebagai suatu bukti di dalam akuntansi, cara mendapatkan voucher adalah dengan melakukan kegiatan transaksi keuangan.
Tanpa melakukan kegiatan transaksi, maka voucher tidak bisa dikatakan sebagai bukti keuangan. Transaksi ini bisa dalam bentuk penarikan utang, kas keluar ataupun masuk, pembayaran kewajiban, dan berbagai kegiatan transaksi keuangan yang lainnya.
Sedangkan dalam dunia industri, cara mendapatkan voucher adalah pelanggan atau konsumen harus melakukan kegiatan perbelanjaan pada suatu produk dengan syarat yang sebelumnya sudah diatur oleh perusahaan, seperti membeli barang atau jasa dalam jumlah tertentu, membeli produk barang atau jasa tertentu, dan syarat lainnya.
Beberapa perusahaan juga ada yang memberikan voucher dengan cara datang langsung ke toko atau mengunjungi laman resmi website perusahaan tanpa harus melakukan perbelanjaan. Tentunya tujuan perusahaan memberikan voucher adalah untuk bisa mendapatkan pelanggan baru.
Baca juga: Rekapitulasi Jurnal dan Cara Melakukannya
Perbedaan berikutnya dari voucher dalam dunia industri dan akuntansi adalah dari sisi manfaatnya. Dalam dunia akuntansi, manfaat voucher adalah sebagai berikut:
Fungsi dari voucher adalah untuk bisa mempertahankan kendali keuangan secara keseluruhan. Karena dengan adanya voucher, Anda bisa mengetahui secara pasti seluruh transaksi keuangan yang sedang terjadi. Selain itu, dengan voucher juga Anda bisa lebih mudah dalam melakukan penganggaran.
Tanpa adanya voucher, perusahaan akan sulit untuk bisa mempertahankan kendali keuangan milik perusahaan.
Dalam dunia akuntansi, voucher selalu dilakukan secara tertulis, untuk itu akan sangat membantu sekali dalam memudahkan kegiatan akuntansi, dan memang pada dasarnya setiap transaksi.
Tanpa kehadiran voucher atau bukti transaksi keuangan, maka kegiatan pencatatan akuntansi tidak akan bisa Anda lakukan secara valid, karena Anda hanya bisa mengandalkan ingatan Anda saja.
Kehadiran voucher atau bukti keuangan yang terasip secara rapi akan bisa mempermudah proses audit keuangan. Karena ketika auditor memerlukan penelusuran suatu transaksi, maka bukti transaksi keuangan sudah tersedia sebagai suatu bahan penelusuran yang valid.
Tanpa adanya bukti keuangan ini, maka bisa jadi akan muncul anggapan bahwa suatu transaksi keuangan terlihat mencurigakan. Untuk itu, sangat penting sekali untuk melakukan pengarsipan bukti transaksi secara baik.
Dalam dunia industri, manfaat voucher adalah sebagai berikut:
Voucher digunakan sebagai bentuk apresiasi pada para pelanggan setiap. Apresiasi tersebut akan membuat para pelanggan lebih merasa dibutuhkan, sehingga mereka akan tetap menggunakan sebuah produk.
Perusahaan bisa memberikan voucher untuk tujuan mempertahankan pelanggan setia. Dengan memberikan banyak promo, bonus, dan berbagai kemudahan lainnya, maka perusahaan akan memiliki harapan bahwa konsumen tidak akan berpindah ke kompetitor lain.
Beberapa perusahaan terkadang memberikan voucher tanpa syarat tertentu. Manfaatnya adalah agar bisa mendapatkan para pelanggan baru. Pasalnya, mereka akan dirangsang untuk mencoba suatu produk lebih dulu. Bila mereka merasa cocok dengan produk tersebut, maka konsumen akan beralih untuk menjadi pelanggan yang setia.
Perbedaan voucher dari sisi akuntansi dan industri juga bisa kita lihat berdasarkan fungsinya. Dalam dunia akuntansi, fungsi voucher adalah:
Sedangkan dalam dunia industri, fungsi dari voucher adalah untuk:
Baca juga: Cara Membuat Jurnal Penutup Perusahaan Dagang Secara Mudah
Perbedaan selanjutnya berkaitan dengan jenis voucher. Di dalam dunia akuntansi, jenis-jenis voucher adalah sebagai berikut:
Sedangkan dalam dunia industri, jenis dari voucher adalah sebagai berikut:
Baca juga: Jurnal Umum Perusahaan Dagang dan Contohnya
Demikianlah penjelasan dari kami tentang voucher dan perbedaannya dalam dunia akuntansi dan dalam dunia industri.
Namun untuk Anda yang saat ini masih kesulitan dalam melakukan kegiatan akuntansi atau tidak memiliki waktu untuk mengurusnya, Anda bisa mempercayakannya dengan menggunakan aplikasi bisnis dan akuntansi dari Accurate Online.
Dengan menggunakan Accurate Online, maka kegiatan akuntansi seperti membuat laporan laba rugi, membuat laporan neraca, laporan perubahan modal, laporan arus kas, dan lebih dari 200 jenis laporan keuangan lainnya bisa dilakukan secara otomatis, cepat, serta akurat.
Selain itu, kegiatan bisnis Anda juga akan berjalan lebih efisien karena di dalamnya juga sudah dilengkapi dengan berbagai fitur bisnis yang luar biasa, seperti fitur perpajakan, fitur persediaan, fitur penjualan, fitur pembelian, dan masih banyak lagi.
Ingin mencoba Accurate Online terlebih dulu? Silahkan klik banner dibawah ini untuk mencobanya secara gratis selama 30 hari.
Berdasarkan Pengertiannya
Perbedaan pertama dari voucher dalam dunia akuntansi dan industri terletak dari sisi pengertian atau maknanya. Dikutip dari laman belajarekonomi.com, di dalam dunia akuntansi, voucher adalah suatu pertanyaan tertulis yang mana fungsinya merupakan sebagai alat untuk mengkonfirmasi adanya suatu transaksi keuangan.
Tentunya hal ini akan sangat membantu untuk bisa mencatat seluruh pendapatan dan juga biaya yang sudah keluar di dalam bisnis. Untuk itu, bentuk voucher dalam dunia akuntansi sangat beragam. Nah, voucher dalam dunia akuntansi ini seringkali dikenal dengan bukti transaksi keuangan.
Sedangkan dalam dunia industri, seringkali voucher dikenal dengan sebutan kupon. Jadi, voucher adalah sebagai suatu tanda bukti yang bisa digunakan oleh konsumen untuk bisa mengklaim diskon, promosi, ataupun paket perjalanan wisata yang ditawarkan oleh sebuah perusahaan.
Untuk bisa mendapatkan voucher, konsumen ataupun pelanggan harus melakukan suatu hal, seperti melakukan pembelian produk barang atau jasa tertentu, melakukan pembelian barang atau jasa dalam jumlah tertentu, dan lain sebagainya.
Perbedaan kedua dari voucher dalam dunia akuntansi dan industri bisa dilihat dari bentuknya. Dalam dunia akuntansi, seperti pengertian yang sudah dijelaskan sebelumnya, bentuk dari voucher sangatlah beragam.
Kenapa? Karena memang bentuk dari transaksi keuangan memiliki banyak jenis. Bentuk bukti transaksi keuangan di dalam dunia akuntansi bisa berupa memo tunai, tanda terima, cek, slip pembayaran, nota debet, faktur, dan juga nota kredit.
Sedangkan dalam dunia industri, bentuk dari voucher adalah digital atau tercetak. Umumnya, di dalam voucher akan bertuliskan keterangan terkait diskon atau promosi yang bisa diklaim oleh pemiliknya.
Untuk voucher tercetak, biasanya ditulis atau dicetak pada suatu kertas dan mempunyai ukuran yang lebih kecil. Sebagai pengamannya, umumnya voucher juga dilengkapi dengan kode unik.
Sedangkan untuk voucher digital, biasanya tersedia dalam bentuk file digital yang bisa saja berupa angka, tulisan, gambar, ataupun kode unik. Pada voucher digital juga sudah dilengkapi dengan pengaman khusus yang bisa digunakan untuk mencegah terjadinya klaim berulang-ulang dari satu orang.
Baca juga: Kantor Akuntan Publik Adalah: Pengertian dan Perannya
Perbedaan Voucher dalam Dunia Akuntansi dan Industri
Dalam persaingan bisnis yang begitu sengit, perusahaan harus menghadirkan produk yang solutif bagi pelanggan. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah dengan menerapkan desain berpikir, atau yang lebih dikenal dengan design thinking. Nyatanya, masih banyak perusahaan di Indonesia yang gagal menerapkan design thinking, dan akibatnya produk yang dihasilkan tidak menjawab masalah yang dihadapi oleh pelanggan. Untuk lebih memahami bagaimana design thinking dapat berhasil, kita dapat belajar dari Grab, perusahaan raksasa dalam industri transportasi yang telah berhasil mendisrupsi pasar dengan pendekatan ini.
Grab merupakan salah satu perusahaan teknologi yang berbasis di Asia Tenggara dan beroperasi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Grab awalnya berdiri pada tahun 2012 di Malaysia sebagai layanan pemesanan taksi secara online. Namun, perusahaan ini tidak hanya berhenti pada itu saja. Grab terus berkembang dan berevolusi menjadi platform yang menyediakan berbagai layanan transportasi dan logistik, seperti ojek online, pemesanan makanan, pengiriman barang, dan banyak lagi.
Kisah sukses Grab dimulai pada tahun 2011-2012, ketika para pendiri Grab menyadari bahwa banyak orang, terutama wanita, sering mengalami pengalaman buruk saat naik taksi di malam hari. Hal ini merupakan masalah nyata yang dihadapi oleh banyak orang, dan Grab melihat peluang untuk mengatasinya. Inilah awal dari penerapan design thinking oleh Grab.
Design thinking dimulai dengan empati, yakni memahami masalah pelanggan. Grab memulai dengan menggali lebih dalam mengenai masalah yang dihadapi oleh para penumpang wanita saat naik taksi di malam hari. Mereka berbicara dengan penumpang, mengumpulkan data, dan mendengarkan cerita pengalaman buruk yang pernah dialami. Dengan pemahaman yang mendalam tentang masalah tersebut, Grab dapat merumuskan solusi yang tepat.
Selanjutnya, Grab mengembangkan Minimum Viable Product (MVP), sebuah produk yang memberikan nilai kepada pelanggan. Dalam hal ini, Grab menciptakan platform untuk memesan taksi dengan sopir terverifikasi dan dapat dilacak secara real-time. Tujuan utama adalah memberikan rasa aman dan kepercayaan kepada penumpang wanita, serta meningkatkan kualitas layanan secara keseluruhan.
Pada tahap prototipe, Grab mengeksplorasi solusi-solusi yang diusulkan. Mereka menguji berbagai konsep dan desain, serta melakukan iterasi berulang kali untuk memastikan bahwa solusi yang dihasilkan memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Dalam hal ini, Grab memilih untuk menggunakan aplikasi seluler sebagai platform utama, mengingat tingginya penetrasi penggunaan internet di Asia Tenggara.
Setelah proses prototipe selesai, Grab melanjutkan ke tahap pengujian dengan memvalidasi produk yang telah mereka kembangkan. Mereka mengukur kinerja bisnis, mengembangkan produk secara iteratif, dan terus menerima umpan balik dari pengguna. Dalam proses ini, Grab berfokus pada peningkatan pengalaman pengguna dan mengoptimalkan solusi yang mereka tawarkan.
Melalui pendekatan design thinking, Grab berhasil menciptakan aplikasi yang merevolusi pengalaman transportasi di Asia Tenggara. Dengan mengutamakan empati terhadap masalah pelanggan, menciptakan solusi yang memberikan nilai tambah, dan melibatkan pengguna dalam proses pengembangan, Grab berhasil meraih kesuksesan yang luar biasa.
Desain berpikir tidak hanya membantu Grab untuk menciptakan aplikasi yang sukses, tetapi juga menjadi fondasi bagi inovasi terus-menerus perusahaan. Grab terus melakukan riset, berkolaborasi dengan berbagai pihak, dan menggali lebih dalam kebutuhan pelanggan untuk menghadirkan solusi yang relevan dan terbaik. Hal ini menjadikan Grab sebagai pemain utama dalam industri transportasi di Asia Tenggara.
Penerapan design thinking oleh Grab memberikan pelajaran berharga bagi perusahaan lain, terutama di Indonesia, yang ingin mencapai kesuksesan dalam industri yang kompetitif. Melalui pendekatan ini, perusahaan dapat memahami secara mendalam masalah yang dihadapi oleh pelanggan, menciptakan solusi yang relevan, dan berinovasi secara terus-menerus untuk menjawab perubahan kebutuhan pasar.
Belum pernah menciptakan inovasi dengan design thinking dan ingin praktik langsung? Ikuti Design Thinking eXpress yang diselenggarakan oleh CIAS. Design Thinking eXpress adalah workshop selama 7 jam dengan kegiatan belajar langsung untuk membantu karyawan mempelajari dan mengalami proses inovasi menggunakan pendekatan Design Thinking.
Pengalaman langsung dalam menciptakan inovasi gaya Silicon Valley, secara cepat dan efektif. Pelajari empati pelanggan, definisikan masalah, temukan solusi alternatif, prototipe, dan uji solusi.
Nantinya, peserta dibagi menjadi beberapa tim. Setiap tim difasilitasi oleh seorang facilitator dari CIAS. Tim akan menghadapi masalah-masalah spesifik dari pelanggan nyata dan harus menyajikan solusi nyata menggunakan pendekatan Design Thinking. Ini adalah pengalaman belajar yang cepat, eksperimental, dan tanpa basa-basi. Daftarkan diri dan tim Anda disini.
Brown, T. (2008). Design thinking. Harvard Business Review, 86(6), 84-92.
Plattner, H., Meinel, C., & Leifer, L. (Eds.). (2011). Design thinking: Understand–improve–apply. Springer Science & Business Media.
Liedtka, J., & Ogilvie, T. (2011). Designing for growth: A design thinking toolkit for managers. Columbia University Press.
Kolko, J. (2015). Design thinking comes of age. Harvard Business Review, 93(9), 66-71.
Tschimmel, K. (2012). Design thinking as an effective toolkit for innovation. In Proceedings of the XXIII ISPIM Conference: Action for Innovation: Innovating from Experience (pp. 1-12).
Yang Tidak Termasuk Limbah Industri Adalah
Yuk, beri rating untuk berterima kasih pada penjawab soal!